Ini adalah tentang sebuah kisah cinta yang nyaris tiada tanding, kisah tentang sebuah cinta yang tak butuh pada sentuhan nafsu pandangan pertama. Sebuah cinta yang ikhlas, yang karena keiklasannya Allah jualah yang mampu mempertautkan dua jiwa yang terpisah.....terpisah sangat jauh. Sangat jauh hingga engkau tak pernah membayangkan petemuannya.
....................Baiklah, tanpa panjang-panjang mukadimah, nyok simak kisahnya................
Aku dilahirkan di Bagdad. Namaku Muhammad dan ayahku bernama ‘Abd al-Baqi. Aku bersyukur kepada Allah karena dikaruniai hasrat yang luar biasa untuk mempelajari ilmu2 syar’i. Dan Bagdad menyediakan hampir semuanya untuk memuaskan hasratku itu. Berbagai majlis ilmu terhampar bagai buah kurma yang ranum dan siap dipetik. Para ulama bertebaran nyaris di setiap sudut kota.
Dan disanalah aku tumbuh remaja hingga aku memasuki usia kematanganku. Dan sebagaimana tradisi para penuntut ilmu zaman ini- bahkan juga sebelumnya , suatu hari akhirnya aku memutuskan untuk memulai sebuah perjalanan baruku dalam menuntut ilmu..
Hari itu, aku memutuskan untuk melintasi sebuah perjalanan panjang menuju sebuh tempat yang paling menabjubkan. Tempat yang telah berabad2 lamanya melemparkan putik-putik kerinduan kesetiap penjuru bumi. Putik2 itu kemudian terhempas dan menyemaikan kerinduan yang sungguh dalam pada setiap umat Nabi Muhammad.....MEKKAH. yach, kesanalah aku akan melanjutkan kisah hidupku selanjutnya.
Perjalanan yang penjang. Bagdad dan Mekkah bukanlah dua titik yang berdekatan. Tapi Allah mengizinkanku menginjakkan kakiku di bumi yang suci ini. Aku sungguh menikamati setiap detik yang aku lewati di sisi Baitullah yang Agung itu. Sungguh nikmat dan menenangkan jiwa...
Hingga disuatu hari yang terik seperti biasa,aku kehabisan bekal. Rumah tempatku tinggal kosong belaka. Dan perutku belum terisi apa pun, rasa lapar begitu dalam melilitnya, hingga aku putuskan untuk keluar. Barangkali Allah akan mempertemukanku dengan apapun yang dapat mengobati rasa laparku.
Akupun keluar, kususuri jalan yabg biasa kulalui sembari berharap kepada Allah agar diberi jalan keluar, tapi aku tidak menemukkan apa pun. Hingga di sisi salah satu jalan, aku menemukan sebuah kantong yang tebuat dari sutra. Bagian ujung-ujungnya pun terikat dengan seutas tali yang terbuat dari sutra. “Siapakah gerangan orang yang kehilangan kantong itu?hm, lebih baik aku mengambil kantong itu dan membawanya pulang kerumahku,” gumamku.
Akhirnya, tanpa berhasil menemukan sesuap makanpun, aku pulang kembali kerumah dengan tangan hampa. Kecuali kantong dari sutra itu. Aku bertanya-tanya apakah isi kantong ini?
Dan begitu aku tiba dirumah,aku mengobati rasa penasaranku. Perlahan, aku melepaskan tali yang mengikat kantong itu. Kukeluarkan apa yang tersimpan di dalamnya. Subhanallah ! aku belum pernah melihat perhiasan seindah itu, seuntai kalung mutiara yang luar biasa indahnya!
“ ah, tapi ini bukan milikku......”ujarku.
Tapi rasa lapar itu terus menderaku, aku sudah tidak tahan lagi. Maka setelah menyimpan kantong itu di tempat yang ama, akupun keluar lagi untuk mencari sekedar penghilang lapar. Tidak lama aku berjalan, tiba2 dijalan yang tadi kulalui, terdengar suaru seorang pria tua berteriak-teriak sembari memegang sekantong uang berisi 500 Dinar.
“Tuan-tuan sekalian! Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang menemukan atau mengembalikan kantong mutiara milikku!” demikian pria tua itu berteriak ditepi jalan yang cukup ramai itu. Semua orang memandanginya iba, tapi mereka sudah pasti tidak bisa berbuat banyak...
“Oh, ternyata bpk tua inilah pemilik kantong sutra itu.......”, bisikku sendiri. “baiklah, aku sungguh kelaparan hari ini. Aku sangat membutuhkan 500 Dinar itu....”, bisikku lagi. Aku mendekati pria tua itu.
“Wahai Syaikh, ikutlah denganku....”, ajakku padanya.
Ia sedikit terkejut, “untuk apa, wahai anak muda?” tanyanya
“Ikutlah Syaikh... aku akan membantumu menemukan kantong itu..” jawabku.
Akhirnya pria tua itupun masuklah kedalam rumahku yang bersahaja. Aku katakan padanya bahwa ak memang telah menemukan sebuah kantong berisi seuntai kantong mutiara. Tapi kau minta ia untuk menggambarkan seperti apa kantong miliknya yang hilang itu. Dan dia menjelaskan semuanya, tentang bentuknya, tentang kalung mutiara itu seperti apa rupanya. Intinya pria itulah pemilik kantong mutiara itu.
“Tunggulah sebentar, wahai...Syaikh,,,”, ujarku.
Aku kebelakang sebentar. Tidak lama kemudian aku kembali dengan membawa kantong sutra itu. Kulihat air wajahnya seketika berubah, ia tersenyum.
“Ini kantong milik anda, Syaikh... silahkan....”, ujarku menyodorkan kantong itu
“Anak muda,aku sungguh berterimakasih padamu!dan sepperti janjiku tadi, ambillah kantong 500 Dinar ini untukmu. Semoga ia berguna untukmu...”ujar pria itu.
Aku tertegun sebentar, ada keraguan dalam hatiku. Apakah aku memang berhak mendapatkan 500 Dinar itu??!
“Terimakasih, Syaikh,.... tapi aku tidak berhak mengambilnya.....,”akhirnya kuputuskan untuk menolaknya.
“mengapa, wahai anak muda??! Bukankah aku sudah menjanjikannya? Lagipula aku ikhlasmemberikannya untukmu.........” tanya pria tua keheranan.
“Terimakasih Syaikh,... tapi memang sudah kewajibanku untuk mengembalikannya kepada tuan tanpa inbalan apa pun dari anda,” jawabku.
“Tidak! Engkau harus menerima 500 Dinar ini anak muda” ujarnya lagi.
Dan begitulah,pria tua itu terus memaksaku menerima pemberiannya. Namun akutetap bersikeras menolaknya. Ia gagal membujukku, maka ia pun pamit setelah berterima kasih untuk kesekian kalinya padaku. Kamipun berpisah...sebuah pertemuan yg misterius, yang tak pernah kami ketahui seperti apa akhirnya...
Dan selama bertahun-tahun lamanya, aku benar2 tak pernah bertemu atau bakhan mendengar kabar tentang pria tua itu. Bertahun-tahun lamanya aku menyusuri jalan2 kota Mekkah, tak sekalipun aku melihat wajahnya yang teduh. Ia menghilang bagai ditelan bumi.
Hingga disuatu waktu, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lain, meninggalkan kota Mekkah yg selalu menghunjam cinta dalam jiwaku. Ka’bah yang bersahaja, peralatannya yang lapangkan jiwa, kumandang adzannya yang menyisakan getar2 tak terlupakan. Dan kawanan merpati yang akrab dengan para peziarahnya. Semuanya pasti akan terkenang dalam lembar ingatanku.
Perjalananku kali ini mengharuskanku melintasi lautan luas..dan akupun berdiri sudah di sisi geladak yg mengantarkan kami ke pelabuhan tujuan. Pada mulanya, semua begitu bersahabat dengan kami, angin bertiup semilir, gelombang laut berteriak-teriak kecil dan langit tersenyum dengan cerahnya.
Namun yang terjadi pada akhirnya adalah takdir Allah jua.. Alam semesta seluruhnya tunduk pada titahNya yg Mahaagung. Titah yg selalu menyimpan hikmah yang tak kita sadari.
Tiba2 saja, cuaca berubah dengan cepatnya, langit menjadi gelap, angin berubah menadi liar. Hembusannya membuat ombak laut perlahan mengganas, hingga akhirnya kapal yang aku tumpangi pecah berkeping2. Banyak jiwa yg gugur , adapun aku, Allah masih memberiku kesempatan untuk tetap hidup. Sepotong kayu pecahan kapal itu berhasil kugapai dan membuatku dapat terapung ditengah lautan hingga berhari2 dan aku hanya membiarkan diriku terseret dan terombang-ambing ditengah samudra yang tak bertepi.
Hinnga pada akhirnya, entah bagaimana ceritanya aku terdampar disebuah pulau, Pulau yang tak pernah kuketahui sebelumnya. Dalam kelelahan, sayup2 aku mendengarkan suara adzan berkumandang...
“Alhamdulillah... ini pulau kaum muslim”, gumamku lirih. Setelah tubuhku sedikit pulih, aku memaksakan diri berjalan mencapai masjid itu. Usai melaksanakan sholat berjamaah, aku duduk bersandar sambil membaca ayat2 Al-Qur’an yg memang selama ini kuhafal.
Bacaan Al-Qur’anku itu ternyata menarik perhatian mereka. “Anda bisa membaca Al-Qur’an?”, tanya seorang dari mereka penuh takjub.
“iya, tentu saja...” aku menjawab datar.
“kalau begitu anda bisa mengajarkan kami untuk itu?” tanyanya lagi.
“mengapa tidak, tuan....” jawabku lagi.
Entah bagaimana ceritanya, satu persatu penduduk pulau itu datang menemuiku untuk diajarkan membaca Al-Qur’an. Dan karena itu, mereka memberikanku ragam hadiah yg berlimpah. Di negeri asing itu atas izin Allah aku mendapatkan hidup yang lapang dalam waktu singkat. Alhamdulillah...Selain mengaji aku juga mengajari anak2 penduduk pulau itu menulis dan membaca.
Hingga pada suatu hari, penduduk pulau itu menyampaikan permintaan yang tak pernah kuduga.
”Tuan, anda sudah cukup lama tinggal di pulau kami, banyak hal yang telah kami dapatkan dari anda, dan hari ini kami punya sebuah permintaan pada anda. Dan kami harap anda tidak menolaknya..” ujar seorang dari penduduk pulau itu.
“oh, permintaan apakah itu gerangan?” ujarku balik tanya. Hatiku sungguh diliputi sebuah misteri gelap, entah apa lagi yg akan terjadi dalam hidupku...
”Di pulau ini, ada seorang gadis yang yatim...” jelas seorang dari mereka...
“Ia adalah seorang gadis yatim yg berada. Dan kami harap anda sudi untuk menikahinya,”
Subhanallah! Duhai Allah, ujian apalagi gerangan yg Engkau berikan pada hambaMu ini?Bisikku dalam hati.
“maaf, tuan2 .. aku sungguh menghargai permintaan kalian ini, ini sungguh sebuah penghormatan yang luar biasa untukku. Tapi aku tak berhak mendapatkannya, apa yg kalian berikan selama ini sudah jauh lebih dari cukup. Maaf aku tak bisa memenuhi permohonan kalian”, ujarku dgn hati yg berat .
“Tidak, Tuan! Anda harus memenuhi permintaan kami ini...,” jawab mereka.
Dan begitulah, mereka terus mendesak-desakku, mereka benar2 tak memberiku ruang dan celah untuk mengelak. Hingga aku tak benar2 tak memiliki pilahan lain kecuali menerima permintaan mereka.
Beberapa waktu kemudian, sebuah sebuah walimah al-‘ursy pun diselenggarakan dgn sederhana. setelah acara itu, akupun diantarkan untuk menemui gadis yatim yg baru saja resmi menjadi pendamping hidupku.
Dan ketika akhirnya aku dapat memandang istriku yg baru saja kunikahi itu, aku tertegun dan terhenyak! Yah, istriku adalah seorang wanita yg rupawan. Tapi bukan itu yg membuatku terhenyak sedalam ini, aku tertegun dan terhenyak menyaksikan sebuah benda yg melingkar dilehernya. Apakah benda itu lebih indah dari wajah istriku? Oh, tidak sama sekali. Tentu saja istriku jauh lebih indah dari benda itu. Tapi persoalannya adalah sepertinya aku mengenal benda itu. Lama sekali aku tertegun memandang leher istriku dimana benda itu tersanding.
“Wahai tuan! Anda telah menghancurkan hati gadis yg yatim ini! Anda tampaknya lebih tertarik kepada benda yg di lehernya dibandingkan sang punya leher itu sendiri!” ujar mereka dgn nada kecewa.
Aku tersadar seketika..
“Oh, tidak! Maafkan aku.. aku sama sekali tdk bermaksud demikian, aku tertegun memperhatikan benda di lehernya, karena kau pernah punya kisah dan kenangan dgn benda itu,” kuceritakan semua kisahku dengan pria tua yg kehilangan seuntai kalung mutiara beberapa tahun silam di Mekkah, hingga.....
“Allaaaaaaaahu Akbar!!! La ilaha Illallaaaaaah!!”
Tiba2 terdengar gemuruh suara mereka membahana di langit lepas pulau itu. Gemuruh itu menggama dan aku sungguh terkejut.
”Ada Apa??!” tanyaku penuh keheranan menyaksikan tingkah mereka.
”Tuan, pria tua yg enkau ceritakan itu adalah ayah dari gadis yatim ini! Dahulu, ketiaka ia baru saja pulang dari bumi Mekkah yg mulia itu, ia menceritakan kisah yg persis sama dengan yg anda kisahkan. Dan ia mengatakan: sungguh, aku belum pernah berjumpa dengan muslim seperti pria yg telah mengembalikan kalung ini padaku. Dan sejak hari itu, pria tua itu terus bedoa kepada ALLAH: “”Ya ALLAH, pertemukanlah aku dengan pria itu agar aku dapat menikahkannya dengan putriku!!”” dan hari ini, doa itu telah dikabulkan oleh Sang Penguasa jagat raya ini. Tuan telah resmi menjadi suami dari putri pria tua pemillik kalung mutiara itu” ujarnya sambil mengakhiri penjelasannya.
“Allahu Akbar. La ilaha illallah. Subhanallah....” aku tak punya kata lagi selain itu.
Hari itu, bahtera rumah tangga mereka yg bahagiapun dimulai, Untaian Kalung Mutiara Itu telah ditakdirkan Allah menjadi rahasia bartautnya hati mereka berdua dalam cinta, cinta yg tak seorangpun dapat membayangkan akan terjalin, cinta yg murni atas kehendak Allah dengan penuh rahmatNya.
................TAMAT.................
*Pengarang : Muhammad Ihsan Zainuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar